Hay hay!! *Lambaikantangan*
Kali ini saya mau memposting satu cerita lagi karangan saya sendiri.. Judulnya "Sebuah Rahasia".. SElamat membacaaa dan semoga bermanfaat :D
Sebuah
rahasia
Bagaimana
cara mengungkapkan kegelisahan dalam hati? Susah memang jika harus berhubungan
dengan yang namanya perasaan, tempatnya yang tidak jelas bersembunyi di dalam
seonggok daging bernama hati tak mampu di lihat hanya dengan kasat mata.
Memendam
kegundahan dalam diam, menyimpan kemarahan yang tak bisa di ungkapkan, menangis
dalam kesendirian, menyesali kesalahan. Masihkah aku bisa memasuki surga-Mu
Tuhan? Atau mungkin hanya sekedar mencium bau wanginya? Melihat keindahannya?
Bahkan setelah aku melakukan dosa-dosa hina ini?
Dalam
gelapnya malam aku mencari jawab, mencari pertolongan.
Tuhan,
berikan aku jawaban.
Berawal dari sebuah perasaan yang timbul dengan sendirinya tanpa ada rencana, tanpa permisi, perasaan yang mengatasnamakan cinta itu merasuk menusuk ke dalam hati ini. Menggoda kodratnya kesucian sukma sebagai manusia.
Perasaan
itu timbul sebelum ada halal di antara kami. Sungguh seperti janjinya, setan
begitu hebat menggoda manusia. Apa karena memang sudah ada nafsu itu sendiri di
dalam hati manusia, hingga setan iblis tak perlu berusaha dengan keras
menjerumuskan manusia? Entahlah.
Benteng
keimanan yang telah ku bangun dan ku jaga tiba-tiba runtuh, menjadi puing-puing
berantakan dan berserakan. Cinta, alasan untuk meruntuhkannya. Godaan cinta
begitu dahsyatnya seperti gelombang tsunami memporak porandakan gedung-gedung
besar pencakar langit, sehingga benteng imanku pun runtuh olehnya.
Kami
berkenalan, bersama hingga akhirnya timbul perasaan cinta. Saling cinta dalam
sebuah ikatan sebelum ada kehalalan. Telarut dalam janji-janji manis berucap
dari mulut manusia. Melambung membawa angan menatap masa depan.
Janji-janji
manis itu mampu menghapuskan nilai-nilai agama dan norma susila, yang memang sebenarnya sudah terhapus sejak
beberapa waktu lalu. Manusia kini telah kembali ke masa kegelapan zaman
jahilliyah lagi, cahaya terang kehidupan telah terkikis oleh perkembangan jaman
bernama globalisasi dan kebebasan. Kebebasan tanpa batas.
Kebenaran di dunia kini telah di
jungkirbalikkan, sesuatu yang salah di benarkan dan suatu kesalahan di
benarkan. Sesuatu yang melanggar aturan disamaratakan menjadi suatu kewajaran,
sekali lagi semua karena globalisasi dan kebebasan yang disalah artikan.
Sudah
menjadi rahasia umum, bahwa rahasia itu sebenarnya sudah di ketahui oleh semua
yang bernyawa bernama manusia. Namun, rahasia itu tetap menjadi rahasia karena
menganggapnya rahasia meski sama-sama mengetahuinya. Menjadi istri simpanan
pejabat, mengorupsi uang rakyat, remaja berhubungan selayaknya sepasang suami
istri, menyakiti anak yatim, perempuan mengumbar paha berkeliaran kemana-mana,
semuanya telah dianggap wajar. Wajar dengan batasan dan aturan yang dibuat oleh
manusia itu sendiri.
Para
ustad, ulama dan ajaran al-Qur’an tergeser oleh ketenaran penyanyi luar negeri,
lantunan ayat suci dan lagu-lagu nasyid tertindas musik dunia yang katanya
gaul. Semua membisu membiarkannya berlalu, berpura-pura tidak tahu,
menyimpannya menjadi rahasia dalam hati masing-masing. Yah, rahasia
masing-masing. Masjid-masjid dan surau semakin sepi, segelintir orang saja yang
mengunjunginya. Sedangkan gemerlapnya dunia malam mulai ramai tanpa ada
undangan.
Aku
mencoba tidak membuat rahasia seperti mereka, mengarungi semua dengan
sewajarnya dan memang tidak ingin membuat rahasia. Tetapi sekali lagi, setan
iblis memang begitu tangguh untuk menggoda iman seseorang. Ketika cinta itu datang menyapa hatiku dengan
lembut, hatiku tergoda.
Bujukan
setan menggoyahkan imanku, “Jaman sekarang pacaran itu sudah lumrah, banyak
yang lebih beriman dari kamu tapi ternyata juga berpacaran. Pacaran itu
menyenangkan, kamu akan mempunyai tempat berbagi, pergi jalan bersama dan akan
ada yang memperhatikan hari-harimu”. Hatiku kacau balau, tapi setan
memenangkannya.
Aku
menjatuhkan pandanganku kepada seorang pemuda. Kuterima cintanya dengan terbuka
meski belum ada janji suci mengikat kami. Datang sebelum kami sepenuhnya siap
menerima kehadirannya, sehingga janji suci pernikahan masih sebatas
angan-angan. Tapi tidak mengentikan kisah cinta kami.
Setan
pun berkata, “Kalian kan pacaran secara islami. Tidak akan berdosa”. Katanya
menggoda ketegaran hati manusia dalam perjuangannya mempertahankan keimanan.
Hatiku luluh oleh rayuan itu.
Pertanyaan
lain muncul di benakku setelah sekian lama ikatan emosional itu berjalan, “Kini
aku telah berani duduk berduaan, bukankah itu suatu dosa?”.
Setan
lain berkata, “Halah, Cuma ngobrol aja, duduknya juga berseberangan tidak
bersampingan”. Rayuannya begitu menggoda. Dan sekali lagi, hatiku terhanyut
rayuan manis itu.
“Tapi
aku tak cuma berduaan, tapi kami saling berpegangan tangan?!?!”, pekikku dalam
kegundahan, ketika kami mulai berani berpegangan tangan. Malu mulai
menggerogoti hatiku, sedikit malu.
Setan
selanjutnya berbicara, “Berpegangan tangan saja tidak apa-apa kan? Toh,
diluaran sana juga masih banyak yang sampai berhubungan intim”. Kata-kata manis
setan mengalahkan ketakutan hati ini.
“Kali
ini sudah keterlaluan, kami berani saling menyentuh dan merangkul, mencium dan
dicium?!?!”. Malu dan marah menyelimuti hatiku.
“Tidak.
Itu sudah sewajarnya dilakukan oleh orang-orang jaman sekarang. Toh kamu juga
pakai baju panjang dan kerudung, bukankah tidak langsung menyentuh kulitmu?!”,
kata setan dengan manis dan lembut.
“Tidak
setan!! Cukup!!”, Makiku dalam diam.
Rasa
malu mendera batinku, rasanya tak sanggup ku angkat wajah ini menatap mereka di
luar sana. Malu pada diriku sendiri, aku telah membiarkan setan menguasai hawa
nafsuku. Rasa malu yang begitu mendalam kupendam dalam diam, kusesali dalam
kesendirian. Hanya kepada Tuhan, tempatku kembali memohon ampunan.
Kali
ini cukup, puing-puing benteng iman yang telah runtuh tak bisa kubiarkan
semakin hancur terkikis angin dan air hujan. Aku harus membangunnya kembali.
Kegundahan
hati telah ku sampaikan kepada sesosok lelaki yang telah mencuri hatiku, sungguh
kuasa Tuhan lebih indah dari apa yang kita sangka. Lelaki ini pun merasakan
yang sama, hingga dia berkata, “Aku akan menemui orang tuamu ketika sudah
mempersiapkan segala sesuatunya untuk meminangmu dan untuk menyiapkan hidup
yang bahagia dunia akhirat bersamamu”.
Kini,
kami telah menempuh hidup kami sendiri-sendiri seperti sedia kala. Dengan
rahasia dalam hati kami, rahasia yang hanya kami dan Tuhan yang tahu. Rahasia
hina kekhilafan kami sebagai manusia. Dan selamanya, rahasia itu tetap akan
menjadi rahasia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar